Minggu, 14 Desember 2008

JEPANG MEMBANTAI KALIMANTAN BARAT
* HILANGNYA SATU GENERASI

KALIMANTAN BARAT BERKABUNG
Mandor Kabupaten Landak, kota kecamatan 88 km timur Pontianak. Sebuah tragedi sejarah terjadi 65 tahun silam. Tentara pendudukan Jepang melakukan pembantaian masal di Kalbar terhadap kalangan feodal lokal, cerdik pandai, ambtenar, politisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga rakyat jelata, dari berbagai etnik, suku maupun agama.

Borneo Sinbun suratkabar Pemerintah Bala Tentara Jepang, Sabtu 1 Sitigatu 2604 atau 1 Juli 1944 halaman pertama menurunkan berita utama (head line) bertajuk Komplotan Besar yang Mendurhaka untuk Melawan Dai Nippon Sudah Dibongkar Sampai ke Akarakarnya. Judul kecil (kicker) di bawahnya berbunyi Kepala-kepala Komplotan serta Lain-lainnya Ditembak mati. Keamanan di Borneo Barat Tenang Kembali dengan Sempurna.

Di bawah judul itu—dalam tanda kurung—tertulis Pengumuman Pasukan di Daerah Ini pada Tanggal 1 Juli 1944.Koran Borneo Sinbun cukup dikenal di Kalbar masa itu, penerbitannya menginjak tahun kedua. Ukuran halamannya sebesar kertas folio, 5 kolom, terdiri dari 4 halaman, terbit tiga kali dalam seminggu. Pada 1 Juli 1944, tiga halaman pertama koran ini habis dimakan berita tersebut. Dalam tubuh berita (body text) antara lain tertulis .. Oleh sebab itu baru-baru ini dalam Sidang Majelis Pengadilan Hukum Ketentaraan Angkatan Laut, kepala-kepala komplotan serta lain-lainnya telah dijatuhkan hukum mati, maka pada tanggal 28 Rokugatu (28 Juni 1944 –pen) mereka pun telah ditembak mati.

Setidaknya ada 48 nama korban yang dimuat Borneo Sinbun hari itu, lengkap dengan keterangan umur, suku, jabatan atau pekerjaan. Mereka adalah JE Pattiasina, Syarif Muhammad Alkadri, Pangeran Adipati, Pangeran Agung, Ng Nyiap Soen, Lumban Pea, dr Rubini, Kei Liang Kie, Ng Nyiap Kan, Panangian Harahap, Noto Soedjono, FJ Loway Paath, CW Octavianus Lucas, Ong Tjoe Kie, Oeray Alioeddin, Gusti Saoenan, Mohammad Ibrahim Tsafioeddin, Sawon Wongso Atmodjo, Abdul Samad, dr Soenaryo Martowardoyo, M Yatim, Rd Mas Soediyono, Nasaruddin, Soedarmadi, Tamboenan, Thji Boen Khe, Nasroen St Pangeran, E Londok Kawengian, WFM Tewu, Wagimin bin Wonsosemito, Ng Loeng Khoi, Theng Swa Teng, dr RM Ahmad Diponegoro, dr Ismail, Ahmad Maidin, Amaliah Rubini (istri dr Rubini), Nurlela Panangian Harahap (istri Panangian), Tengkoe Idris, Goesti Mesir, Syarif Saleh, Gusti A Hamid, Ade M Arief, Goesti M Kelip, Goesti Djafar, Rd Abdulbahri Danoeperdana, M Taoefik, AFP Lantang, dan Rd Nalaprana. (Kaum-kerabat, anak-cucu korban, kini pasti ada bertebaran di Nusantara ini—pen).

Tuduhan terhadap para korban itu diungkapkan pula oleh Borneo Sinbun: Apa yang diidamkan oleh mereka ialah sambil mempergunakan kekalutan keamanan sewaktu Bala Tentara Dai Nippon memasuki daerah ini, melaksanakan kemerdekaan Borneo Barat dengan sekaligus. Diungkapkan pula, penangkapan secara besar-besaran pertama kali dilakukan tentara Jepang subuh 23 Zyugatu (23 Oktober 1943— pen), disusul penangkapan gelombang kedua subuh 24 Itigatu (24 Januari 1944 –pen). Sekitar tiga tahun mendaulat Kalimantan Barat, tentara pendudukan Jepang telah membantai 21.037 warga versi Pemprop Kalbar 1977. Dari lingkungan Istana Kadriyah Pontianak, Jepang bukan cuma menangkap dan membunuh Sultan Syarif Muhammad Alkadri, tetapi juga 59 korban lainnya. Sungguh sedikit nama-nama korban yang tertulis di Borneo Sinbun itu.

Adapun data 21.037 korban ini terungkap dari mulut Kiyotada Takahashi seorang turis Jepang yang berkunjung ke Kalbar 21— 22 Maret 1977 kepada Mawardi Rivai (alm) seorang wartawan di Pontianak. “Saya ingat dan masih punya catatan tentang jumlah korban yang tertangkap ataupun terbunuh secara masal pada sekitar bulan Juni 1944, yaitu 21.037 orang. Tapi saya kurang mengetahui dengan pasti apakah semua tawanan itu dibunuh di daerah Mandor. Akan tetapi tentang jumlah korban tersebut pernah tercatat dalam sebuah dokumen perang yang tersimpan di museum di Jepang,” ucap Kiyotada Takahashi. Takahashi datang ke Pontianak bersama 21 orang turis Jepang lainnya, dan mereka sempat berziarah ke Mandor dan meneteskan air mata di sana. (Din Osman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar